Waspala

Subscribe:

Rabu, 01 Agustus 2018

Konservasi Gedung Gereja Sion Kota Tua



Bangunan yang akan mengalami konservasi perlu ditinjau dahulu ketentuannya sesuai dengan perda yang berlaku.
Berdasarkan Perda DKI Jakarta No.9/ 1999 Pasal 10 ayat 1, bangunan cagar budaya dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
Golongan A  Pemugaran bangunan pada golongan ini merupakan upaya preservasi berdasarkan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 19):
  • Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah
  • Apabila kondisi bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
  • Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama/ sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada
  • Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian/ perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya
  • Di dalam lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi suatu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama, dengan ketentuan penambahan bangunan hanya dapat dilakukan di belakang dan/atau di samping bangunan cagar budaya dan harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan.

Golongan B  Pemugaran bangunan golongan ini merupakan upaya preservasi dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 20):

  • Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
  • Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting
  •  Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan
  • Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi suatu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.



Golongan C  Pemugaran bangunan golongan ini merupakan upaya rekonstruksi dan adaptasi dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 21):
  •  Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan
  • Detail 7rnament dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan
  • Penambahan bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan
  •  Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.


Konservasi Arsitektur Bangunan Gereja Sion
Bangunan Gereja Sion  termaasuk kedalam golongan A. Berdasarkan atas Perda DKI tersebut maka baik fasade bangunan, interior, struktur utama,dan ornamen tidak boleh ada yang dirubah berarti harus sesuai dengan bangunan aslinya.

Apabila kondisi bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan. 

Sumber: 
https://winnerfirmansyah.wordpress.com/category/konservasi-arsitektur/
https://amaristanya.blogspot.com/2018/07/konservasi-gedung-jasindo-kota-tua.html

Selasa, 01 Mei 2018

Sejarah dan Latar Belakang Gereja Sion



Gereja Sion dikenal juga dengan nama Portugeesche Buitenkerk atau Gereja Portugis berada di sudut Jalan Pangeran Jayakarta dan Mangga Dua Raya .Bangunan gereja ini memiliki kemegahan arsitektur serta daya tahan yang kokoh. Pada akhir abad ke-17 kawasan ini merupakan kawasan elit dan banyak bangunana rumah mewah dengan halaman mewah.

Disebut Gereja Portugis karena saat kapal-kapal Portugis singgah di pelabuhan Sunda Kelapa dan ditandatangain perjanjian dengan raja Hindu-Sunda.Portugeesche Buitenkerk atau Gereja Portugis selesai dibangun pada 1695 untuk menggantikan pondok kayu sederhana yang sudah tidak memadai bagi umat Portugis Hitam. Peresmian gedung gereja dilakukan pada hari Minggu, 23 Oktober 1695 dengan pemberkatan oleh Pendeta Theodorus Zas. Pembangunan fisik memakan waktu sekitar dua tahun. Peletakan batu pertama dilakukan Pieter van Hoorn pada 19 Oktober 1693.

Cerita lengkap pemberkatan gereja ini tertulis dalam bahasa Belanda pada sebuah papan peringatan. Sampai sekarang, masih bisa dilihat di dinding gereja.

Gereja ini merupakan gedung tertua di Jakarta yang masih dipakai untuk tujuan semula seperti saat awal didirikan. Rumah ibadah ini masih memiliki sebagian besar perabot yang sama juga. Gereja ini pernah dipugar pada 1920 dan sekali lagi pada 1978. Bangunan gereja ini dilindungi oleh pemerintah lewat SK Gubernur DKI Jakarta CB/11/1/12/1972.

Sejarah

Nama asli gereja ini adalah Portugese Buitenkerk, yang artinya "gereja Portugis di luar" (tembok kota), bangunan gereja tua ini juga memiliki nama Belkita, semasa Hindia Belanda menguasai Batavia. Karena pada masa pendududukan Belanda setelah mengambil alih pendudukan Portugis, pemerintahan Belanda masa itu membangun tembok batas pertahanan kota pemerintahannya. Portugeesche Buitenkerk yang berada di luar tembok pemerintahan Belanda. Karena sampai pada awal abad ke-19 pun masih ada gereja Portugis lain yang ada di dalam kota.

Di sisi lain, Gereja Sion dibangun sebagai pengganti sebuah pondok terbuka yang sangat sederhana. Pondok ini sudah tak memadai bagi warga Portugis Hitam. Para tawanan Portugis dan para budak dari India, Portugis Mardijkers berstatus tawanan yang berasal dari Malaya dan India untuk beribadah. Sebagai tawanan, mereka dibawa ke Batavia oleh VOC bersamaan dengan jatuhnya wilayah kekuasaan Portugis di India, Malaya, Sri Lanka, dan Maluku.

Pada masa pendudukan Jepang, bala tentara Dai Nippon ingin menjadikan gereja ini tempat abu tentara yang gugur.

Setelah Indonesia merdeka, Portugeesche Buitenkerk berganti nama menjadi Gereja Portugis. Sebagai peralihan kekuasaan pemerintahan, Pemerintahan Belanda memberikan kepercayaan pengelolaan asset peninggalannya kepada Gereja-gereja Protestan di Indonesia (GPI). Wilayah pelayanan GPI pada bagian barat Indonesia diemban oleh Gereja Protestan Indonesia di bagian Barat (GPIB). Maka, pada persidangan Sinode GPIB tahun 1957 Gereja Portugis, diputuskan untuk bernama GPIB Jemaat Sion. Dan masyarakat kini mengenal bangunan itu dengan Gereja Sion. Sion berasal dari nama sebuah bukit di daerah Palestina berbahasa Ibrani dan merupakan lambang keselamatan pada bangsa Israel kuno.

Tahun 1984, halaman gereja menyempit karena harus mengalah pada kepentingan pelebaran jalan.

Bangunan
Gereja dibangun dengan fondasi 10.000 batang kayu dolken atau balok bundar. Konstruksi ini berdasarkan rancangan Mr E. Ewout Verhagen dari Rotterdam. Seluruh tembok bangunan terbuat dari batu bata yang direkatkan dengan campuran pasir dan gula tahan panas.

Bangunan berbentuk persegi empat ini punya luas total 24 x 32 meter persegi. Pada bagian belakang, dibangun bangunan tambahan berukuran 6 x 18 meter persegi. Gereja mampu menampung 1.000 jemaat. Sedang luas tanah seluruhnya 6.725 meter persegi.

Gereja Portugis termasuk gereja bangsal (hall church). Gereja ini membentuk satu ruang panjang dengan tiga bagian langit-langit kayu yang sama tingginya dan melengkung seperti setengah tong. Langit-langit itu disangga enam tiang.

Di bagian dalam, beberapa kursi berukiran bagus dan bangku dari kayu hitam atau eboni masih juga dipakai. Dilengkapi meja kayu, kursi-kursi itu dipakai untuk kepentingan rapat gereja. Tak ketinggalan acara sidang pencatatan sipil bagi anggota jemaat yang akan menikah secara gerejawi.
Ada mimbar unik bergaya Barok. Salah satu perabot asli gereja ini merupakan persembahan indah dari H. Bruijn. Letaknya ada di bagian belakang bersama bangunan tambahan. Mimbar ini bertudung sebuah kanopi, yang ditopang dua tiang bergulir dengan gaya rias Ionic serta empat tonggak perunggu.


Selain itu, ada organ seruling (orgel) gereja yang sampai sekarang masih terawat baik. Organ ini diletakkan di balkon yang disangga empat tiang langsing. Organ ini pemberian putri seorang pendeta bernama John Maurits Moor ini terakhir kali dipakai pada 8 Oktober 2000.

Sumber: 
https://id.wikipedia.org/wiki/GPIB_Sion_Jakarta
http://jakarta.panduanwisata.id/jakarta-pusat/wisata-religi-ke-gereja-sion-berusia-ratusan-tahun/

Minggu, 28 Januari 2018

Pelangi dalam Wujud Bangunan




            Pelangi merupakan gejala optik pada langit atau medium lainnya berupa cahaya dengan beraneka warna yang saling sejajar. Pelangi akan terlihat seperti busur yang ujungnya ke arah horizon ketika tampak dilangit. Pada umumnya ada tujuh warna pada pelangi yang terlihat di mata yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Kombinasi dari warna pelangi terbukti menunjukan adanya keindahan dalam setiap perbedaan ada. Dengan warna dan bentuk yang ekspresif serta memiliki makna yang mendalam tak heran jika banyak benda atau material yang menerap warna atau konsep dasar dari pelangi untuk meningkatkan daya tariknya, termasuk juga pada fasad suatu bangunan.

            Cibininong City Mall merupakan bangunan pusat perbelanjaan modern yang terletak di Cibinong, Kabupaten bogor. Bangunan ini menempati lahan seluas 2,7 hektar dengan luas keseluruhan bangunan mencapai 90.000 m2. Bangunan ini dianggap sebagai pusat perbelanjaan terbesar dan terlengkap bagi para masyarakat di Kabupaten Bogor. Bangunan ini sendiri sudah berdiri sejak 19 Oktober 2013. Konsep utama bangunan ini yaitu menyesuaikan tempat perbelanjaan yang sesuai dengan gaya hidup golongan menengah ke atas sebagai target utama pasarnya. Selain itu konsep bangunan ini mencoba menggabungkan berbagai elemen masyarakat karena kabupaten bogor sendiri memiliki penduduk lebih dari 2 juta jiwa dengan berbagai keberagaman yang terdapat didalamnya.
            Sebagai bangunan pusat perbelanjaan yang cukup besar diperlukan semacam daya tarik supaya menjaga minat pengunjung yang tinggi. Berbagai daya tarik yang coba ditunjukan bangunan ini yaitu konsep interior yang menerapkan bentuk dari sarang lebah sebagai filosopi untuk menarik pengunjung lebih banyak kemudian menerapkan pola sirkulasi yang tidak linier untuk mencegah kebosanan pengunjung dan yang terakhir yaitu penerapan pola fasad dengan bentuk dan warna yang beragam seperti halnya pelangi yang ekspresif berani dengan perbedaan.
            Konsep pada fasad bangunan Cibinong City Mall menggunakan pendekatan ekspresif untuk memaksa orang yang melihatnya tertarik untuk masuk dan berbelanja di dalamnya. Dengan konsep yang cukup berani karena adanya unsur pop culture yang ekspresif terbukti berhasil menarik rasa ingin tahu pada pengunjung yang melewatinya. Jika dilihat sekilas atau perbagian memang terlihat seperti kurangnya unsur kesatuan dalam desain namun ketika melihat secara garis besarnya atau menyuluruh baru terlihat keindahan yang terdapat didalamnya.
            Ada beberapa bentuk yang terdapat pada fasad bangunan ini. Fasad yang paling menonjol yaitu dengan bentuk seperti jamur yang terletak pada bagian tengah bangunan. Pada bagian ini didominasi oleh warna kuning yang agresif. Pada bagian pintu masuk utama terdapan bagian kanopi yang pada bagian bawahnya terlihat seperti sarang lebah yang menyatu dengan bagian interiornya kemudian pada bagian samping didominasi oleh bentuk fasad segitu dan kotak. Pada bagian samping didominasi oleh beragam warna yang menjadikannya terlihat sangat ekspresif.
            Material yang diterapkan pada fasad bangunan umumnya menggunakan bahan aluminium composite panel. Material ini terbukti memiliki daya tahan yang cukup kuat serta bentuknya mudah diganti sesuai dengan kebutuhan. Selain menggunakan aluminium composite panel terdapat juga beberapa  bagian fasad yang menggunakan precast beton seperti pada tampak samping dan belakang bangunan.
            Fasad yang beragam ini pada awalnya terlihat aneh namun unik. Keberagaman bentuk serta warna yang terdapat pada fasad ini bukannya menjadikannya terlihat jelek justru itu menjadi karakter utama pada bangunan ini. Ketika bangunan ini memiliki karakter yang kuat maka pengunjung pun secara tidak sadar menjadi semakin tertarik untuk terus mengunjunginya. Selain itu juga bentuk fasad bangunan ini menjadi pelopor akan kebosanan pada bentuk pusat perbelanjaan yang umumnya hanya berbentuk monoton seperti kotak atau persegi panjang.
            Penolakan awal pada bangunanan ini karena memiliki wajah yang beragam dan seperti tanpa keserasian justru berubah menjadi karakter yang menunjukan indahnya keberagaman. Sebuah konsep pendekatan baru dimana memasukan karakter penduduk atau masyarakat menjadi sebuah konsep pada bangunan. Keberagaman pada fasad karena memiliki bentuk yang berbeda serta warna yang berbeda menjadi pembelajaran bagi kita bahwa keberagamanlah yang menjadikan suatu hal menjadi menarik. Seperti halnya pelangi yang akan tetap terlihat indah karena memiliki warna yang berbeda-beda.

Dibuat Oleh: Fajar Prabowo

Sumber: 

https://bisnis.tempo.co/read/502099/mal-terbesar-di-bogor-cibinong-city-hadir-oktober

Ide Pokok Per Paragraf:
  1. Penjelasan mengenai pelangi dan alasan yang menjadikannya begitu indah. Serta kaitannya dengan fasad bangunan.
  2. Bangunan Cibinong City Mall merupakan bangunan komersial yang berada di cibinong, kabupaten bogor.
  3. Menjelaskan bagian yang menjadi daya tarik untuk pengunjung.
  4. Konsep keberagaman pada bagian fasad bangunan.
  5. Menjelaskan berbagai bentuk fasad pada keseluruhan bangunan.
  6. Material yang digunakan pada fasad bangunan di dominasi oleh penggunaan aluminium composite.
  7. Pengaruh fasad yang beragam terhadap minat pengunjung.
  8. Kesimpulan akhir mengenai fasad yang beragam menyerupai pelangi.